Kamis, 16 November 2017
Metodologi Penelitian
Penelitian
adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan
secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau
mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu. Langkah-langkah
yang dilakukan itu harus serasi dan saling mendukung satu sama lain, agar
penelitian yang dilakukan itu mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan adapun langkah-langkah penelitian
itu pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi
2. Penelaahan
kepustakaan
3. Penyusunan
hipotesis
4. Identifikasi,
klasifikasi dan pemberian definisi operasional variabel-variabel
5. Pemilihan
atau pengembangat alat pengambil data
6. Penyusunan
rancangan penelitian
7. Penentuan
sampel
8. Pengumpulan
data
9. Pengolahan
dan analisis data
10. Interpretasi
hasil analisis
11. Penyusunan
laporan
Tujuan
penelitian adalah untuk menguji apakah kesimpulan teoretis yang berupa
hipotesis, sesuai dengan keadaan di lapangan. Dalam hal ini kesesuaian antara
data yang dikumpulkan (data empiris) dengan keadaan lapangan merupakan hal yang
sangat penting, karena hal ini merupakan dasar validitas internal penelitian. Untuk menjamin validitas internal
ini, maka kualitas instrument pengumpul data sangat menentukan, kualitas
instrument pengumpul data ikut menentukan validitas internal penelitian.
Langkah-langkah pengembangan instrument sebagai berikut :
1. Pengembangan
spesifikasi instrument
2. Penulisan
butir-butir pertanyaan atau pernyataan
3. Telaah
dan revisi butir-butir pertanyaan atau pernyataan
4. Praktikan
butir-butir pertanyaan atau pernyataan ke dalam instrument
5. Uji
coba instrument
6. Analisis
hasil uji coba
Untuk instrument atribut kognitif :
(a) Analisis distribusi jawaban
(b) Analisis taraf kesukaran
(c) Analisis daya beda
Untuk instrument attribute non-kognitif :
(a) Analisis distribusi jawaban
(b) Analisis daya beda
Untuk instrument atribut kognitif :
(a) Analisis distribusi jawaban
(b) Analisis taraf kesukaran
(c) Analisis daya beda
Untuk instrument attribute non-kognitif :
(a) Analisis distribusi jawaban
(b) Analisis daya beda
7. Penentuan
perangkat akhir instrument
8. Pengujian
reliabilitas
9. Pengujian
validitas
Penelitian
dapat digolongkan menjadi beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat masalahnya,
antara lain :
1. Penelitian
Historis
Tujuan
: Untuk membuat rekronstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif,
dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistensiskan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.
Ciri-ciri
:
1. Penelitian
historis lebih bergantung kepada data yang diobservasi orang lain daripada yang
diobservasi peneliti sendiri. Data yang baik akan dihasilkan oleh kerja yang
cermat yang menganalisis keotentikan, ketepatan dan pentingnya
sumber-sumbernya.
2. Berlainan
dengan anggapan popular, penelitian historis haruslah tertib-ketat, sistematis
dan tuntas.
3. Penelitian
historis tergantung pada 2 macam data, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari sumber primer, yaitu peneliti secara langsung
melakukan observasi atau penyaksian kerjadian-kejadian yang dituliskan. Data
sekunder diperoleh dari sumber sekunder, yaitu lebih telah lepas dari kejadian
aslinya.
4. Walaupun
penelitian historis mirip dengan penelaahan kepustakaan yang mendahului
lain-lain bentuk rancangan penelitian, namun cara pendekatan historis lebih
tuntas, mencari informasi dari sumber yang lebih luas.
2. Penelitian
Pengembangan
Tujuan
: Untuk menyelidiki pola dan perurutan pertumbuhan atau perubahan sebagai
fungsi waktu.
Ciri-ciri
:
1. Penelitian
pegembangan memusatkan perhatian pada studi mengenai variable-variabel dan
perkembangannya selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
2. Masalah
sampling dalam studi longitudinal adalah kompleks karena terbatasnya subjek
yang dapat diikuti dalam waktu yang lama.
3. Studi-studi
cross-sectional biasanya meliputi
subjek lebih banyak, tetapi mencandra factor-faktor pertumbuhan yang lebih
sedikit daripada studi-studi longitudinal.
4. Studi-studi
kencenderungan mengandung kelemahan bahwa factor-faktor yang tak dapat
diramalkan mungkin masuk dan memodifikasi atau membuat kecenderungan yang
didasarkan masa lampau menjadi tidak sah.
3. Penelitian
kasus dan Penelitian Lapangan
Tujuan
: Untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan
interaksi lingkungan sesuatu unit social : individu, kelompok, lembaga dan
masyarakat.
Ciri-ciri
:
1. Penelitian
kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit social tertentu yang hasilnya
merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut.
Tergantung kepada tujuannya, ruang lingkup penelitian itu mungkin mencakup
keseluruhan siklus kehidupan atau hanya segmen-segmen tertentu saja.
2. Dibanding
dengan studi survey yang cenderung untuk meneliti sejumlah kecil variable pada
unit sampel yang besar, studi kasus cenderung untuk meneliti jumlah uni yang
kecil tetapi mengenai variable-variabel dan kondisi-kondisi yang besar
jumlahnya.
3. Fokus
penelitian hanya terbatas pada unit-unit yang sedikit jumlahnya dan terbatas
sifat representatifnya sehingga studi demikian tidak memungkinkan generalisasi
terhadap populasi.
Peranan
statistika dalam penelitian salah satunya dalam penyusunan model teoritis.
Dalam usaha memecahkan masalah penelitian, mula-mula orang belum mempunyai
gambaran yang jelas dan detail mengenai keadaan sesungguhnya. Berdasarkan
penelaahan kepustakaan, apa yang dimilikinya adalah gambaran garis besar,
gambaran mengenai pokok-pokoknya saja yang merupakan abstraksi dari keadaan
yang sesungguhnya. Model matematis ialah model yang biasa digunakan dalam
penelitian yang menggunakan hokum-hukum matematika sebagai dasarnya. Model
matematis memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan model
non-matematis, antara lain :
1. Dengan
model matematis orang dapat merumuskan masalah dengan lebih singkat dan padat
sehingga struktur masalah menjadi lebih terungkapkan dan hubungan antara
komponen-komponen lebih jelas.
2. Dengan
model matematis orang lebih mudah melakukan kuantifikasi.
3. Dengan
model matematis akan lebih menmudahkan penggunaan teknik analisis statistic dan
penggunaan jasa computer.
4. Dengan
model matematis lebih mudah dapat dilihat apakah asumsi-asumsi yang mendasari
berbagai komponen dalam penelitian itu terpenuhi atau tidak.
Selain
itu, peranan statistika dapat digunakan dalam pengelohan data dan analisis
data. Dengan menggunakan teknik-teknik penyajian data seperti yang dikembangkan
dalam statistika, maka data itu akan mudah dimengerti secara sama oleh berbagai
orang.
Statistika
juga telah mengembangkan teknik-teknik penghitungan harga-harga tertentu,
seperti misalnya ukuran-ukuran tendensi sentral, ukuran-ukuran penyebaran,
ukuran-ukuran kekeliuran dan lain-lain yang diperlukan dalam penelitian ilmiah.
Di dalam statistika telah dikembangkan juga berbagai metode untuk menguji
hipotesis. Disinilah pernan terpenting statistika itu karena tujuan utama
penelitian pada umumnya ialah menguji hipotesis. Penggunaan metode pengujian
hipotesis yang tepat akan sangat meningkatkan kecermatan keputusan yang diambil
sebagai kesimpulan penelitian.
Sumber
:
Rochmawan,
M. Laksono Tri, SE., MSi., Akt. Metodologi Penelitian.
Modul Metodologi Penelitian
Dr. Suryabrata,
Sumadi, B.A, M.A, Ed.S., Ph.D. 2011. Metodologi Penelitian.
Edisi kedua. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Senin, 23 Januari 2017
Tugas : Instalasi Pengelolaan Limbah
DESAIN
PERNCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR
LIMBAH (IPAL) TAMBAK UDANG
LIMBAH (IPAL) TAMBAK UDANG
Tugas Kelompok Mata Kuliah AMDAL Tentang Desain IPAL
Disusun Oleh :
ADE SURYANA (20415100)
ADE SURYANA (20415100)
ALBRIGHT METHASARI M (20415455)
ALVIN SATRIA PRATAMA (20415584)
ARIEF RIZALDI W (27415530)
BAGUS AJI SAPUTRO (21415246)
BENEDICTUS KEVIN VALIANT. S (21415331)
CHRISNANDA MOMOGIM (23415233)
BAGUS AJI SAPUTRO (21415246)
BENEDICTUS KEVIN VALIANT. S (21415331)
CHRISNANDA MOMOGIM (23415233)
WAHYU HIDAYAT (27415087)
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara marintim, yang tentu saja mempunyai hasil alam yang sangat melimpah dibidang kelautan. Sehingga kegiatan usaha dibidang perikanan pun menjadi salah satu yang menjanjikan. Budidaya berbagai hewan laut mulai bermunculan dan semakain banyak dilakukan, salah satunya budidaya udang. Budidaya udang ini dinilai merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Bahkan volume ekspor komoditas udang Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat pada 2015-2016, yaitu peningkatan 6,84% dilihat dari volume, dan naik 3,75% bila dilihat dari nilai komoditas.
Berdasarkan data BPS, eksport untuk komoditas udan ke AS mencapai 136.323 ton pada Januari-Agustus 2016. Angka tersebut lebih besar dari periode 2015 yakni 127.590 ton, dan 121.517 pada 2014. Sedangkan berdasarkan nilai, ekspor komoditas udang Indonesia ke AS mencapai 1,13 juta dollar AS pada periode Januari-Agustus 2016. Angka itu lebih besar dari periode yang sama 2015 yakni 1 juta dollar, tetapi lebih kecil dari 2014 yang mampu mencapai 1,33 juta dollar AS. Pencapaian ini mengalahkan beberapa negara Asia seperti India, Thailand, dan Vietnam.
Walaupun sudah mencapai prestasi tersebut namun seiring berjalannya waktu, proses produksi udang tambak ini tidak lepas dari beberapa masalah, seperti contohnya kontrol atas prinsip mikrobiologis dan proses penyuburan lingkungan tambak yang dapat menyebabkan mulai berkurangnya produktivitasnya, mengecilnya ukuran udang, tingkat hidup.yang rendah, dan beberapa penyakit dapat menyerang udang – udang tersebut
Masalah utama dalam keadaan tersebut adalah tidak diterapkannya prinsip – prinsip budidaya perikanan seperti : melakukan pencegahan intrusi hama penulas, hama penyaing dari jenis krustasea ( cntohnya melakukan pengeringan dengan prosedur yang tepat dan benar sehingga udang juga menjadi rentan terserang penyakit), bertanggung jawab mengolah limbah yang dihasilkan. Pengolahan limbah dalam satu sisi memang mengorbankan lahan, tenaga dan perhatian dan finansial, namun bila dilaksananakan dengan benar maka akan mengurangi resiko terkena beberapa infeksi penyakit pada udang yang akhirnya bisa menekan resiko kerugian pada pemilik tambak.
Namun hal yang sering terjadi di hampir
semua tempat yaitu tidak dilakukannya perencanaan secara baik, dan terkesan
berantakan baik tambang dan irigasinya. Pada tambak yang sudah lama biasanya
hanya mengandalkan pada kemampuan untuk membangunnya, sehingga dapat
mengakibatkan permasalahan lain. Namun secara umum, tambak yang ada biasanya
hanya memanfaatkan satu saluran yang ada untuk pemasukan dan pembuangan. Hal
ini dapat mengakibatkan penumpuknya sisa – sisa pemeliharaan pada tambak yang
tidak dapat terbuang kelaut untuk diuraikan, sehingga menyebabkan potensi penyebaran
penyakit semakin mudah dan membuat para pengusaha tambak bisa merugi.
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun permasalahan
– permasalahan yang akan diidentifikasi mengenai :
1.
Bangunan – bangunan pendukung tambak
yang diperlukan dalam usaha tambak udang.
2.
Penempatan bangunan- bangunan tambak
udang sesuai urutan dan kebutuhan.
3.
Hal – hal yang dilaksanakan selama masa
pemeliharaan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari
dibuatnya makalah ini serta skema tentang cara pengolahan limbah tambak udang
adalah agar para pengusaha tambak udang dapat memperhatikan lagi bagaimana cara
merawat dan menata tambak mereka supaya nantinya tambak mereka dapat mengolah
limbah dengan baik, dan dapat menekan tingkat kerugian akibat penataan yang
salah.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi tambak atau kolam menurut Biggs et al.(2005) adalah
badan air yang berukuran 1 m2
hingga 2 ha yang bersifat permanen
atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia.
Rodriguez-Rodriguez (2007) menambahkan bahwa tambak atau kolam cenderung berada
pada lahan dengan lapisan tanah yang kurang porus. Istilah kolam biasanya digunakan
untuk tambak yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk
air payau atau air asin. Biggs et al.(2005) menyebutkan salah satu fungsi
tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air.
Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang
dibudidayakan.
Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak
intensif, tambak semi
intensif,
tambak tradisional dan tambak organik. Perbedaan dari ketiga jenis tambak
tersebut
terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan
pakan,
serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000). Hewan yang
dibudidayakan
dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Karakteristik
limbah:
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar
generasi)
Faktor yang mempengaruhi kualitas
limbah adalah:
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
Untuk mengatasi limbah ini
diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah
ini dapat dibedakan menjadi:
1. pengolahan menurut tingkatan
perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik
limbah
Indikasi
Pencemaran Air
Indikasi
pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian. Perubahan pH (tingkat keasaman /
konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang
belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air
sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin
parahjika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah
dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
Perubahan warna, bau
dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening
/ jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah
satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan
merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal
darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup
dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid
dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat.
Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan
mengendapdidsar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan
menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit
didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD. Adapun
komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari :
- Bahan buangan padat
- Bahan buangan organik
- Bahan buangan anorganik
Pengolahan
air limbah berdasarkan tingkatannya:
- Pengolahan primer
- Memisahkan (secara fisik)
komponen limbah yang akan menganggu proses pengolahan.
- Pengolahan sekunder
Menurunkan
BO (bahan organik) atau TTS (total padatan terlarut) dengan perlakuan
kimia/biologis. Selanjutnya bila diperlukan dapat diteruskan dengan
pengolahan tersier.
Pengolahan tersier (lanjut)
Dilakukan bila efluen akan dimanfaatkan kembali. Merupakan
kombinasi perlakuan fisik, kimia, dan biologis. Menurunkan N, P, atau komponen
beracun lainnya.
Perencanaan
sistem pengolahan limbah cair:
1.
Pembuatan diagram alir proses
2.
Penentuan kriteria dan ukuran setiap UPL (unit pengolahan limbah)
3.
Persiapan keseimbangan/neraca padatan
4.
Evaluasi tekanan hidrolik
5.
Pembuatan lay out UPL
Pengolahan limbah cair secara
biologis:
Peranan mikroorganisme:
1.
Bakteri
- Paling penting
- Kemoheterotropik: BO sebagai
sumber energi (umum)
- Kemoautotropik: bahan anorganik
sebagai sumber energi
- Fotosintesis: sinar sebagai
sumber energi
- Setiap jenis punya substrat
spesifik (jenis bakteri yang berbeda menguraikan substrat yang berbeda
pula)
- Rumus umum C5H7O2N
- Punya kemampuan untuk
menggumpal
2.
Kapang
- Nonfotosintesis, bersel jamak,
aerobik
- Banyak terdapat pada limbah pH
ê, kadar air ê, N ê
- Rumum umum C10H17ON
- Kurang diinginkan karena sulit
diendapkan
3.
Protozoa
- Motil, bersel tunggal
- Penting dalam pengolahan limbah
karena akan bakteri è mutu efluen é (jernih)
4.
Ganggang (alga)
- Autotrof, fotosintesis
- Rumus umum: C106H180O45N16P
- Metabolisme: CO2 + H2O sinar
matahari CH2O + O2
- Mensuplai oksigen untuk
pertumbuhan bakteri
- Spesies yang penting: ganggang
biru – hijau, dan ganggang hijau
TIPE METABOLISME:
.
Aerobik
Mengoksidasi BO
Memerlukan O2 sebagai aseptor elektron
.
Anaerobik
Tidak memerlukan oksigen (obligat)
.
Fakultatif
Sebagian besar mikroorganisme
Dapat hidup tanpa oksigen (tapi lebih sempurna bila ada O2)
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOLOGIS:
.
Nutrien
Makro: C, N, P
Mikro: cukup
Pendekatan ~ rumus sel
BOD : N : P = 100 : 5 : 1
Oksigen
- Diperlukan untuk proses
anaerobik, min: 1.0 mg/l
- Untuk anaerobik è tidak perlu
. Suhu
25 – 35°C (mesofilik)
45 – 60°C (thermofilik)
. pH
Umum = 6,5 – 8,5
Limbah asam/alkali è netralisasi
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA
BIOLOGIS
AEROBIK
Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth)
Activated sludge
Sequenzing batch reactor
Contact stabilization
Aerobic digestion
Aerated tagoons
Parit oksidasi
.
Pertumbuhan melekat (attached growth)
- Tricking filter (filter menetes)
- Rotating biological contractors
- ANAEROBIK
1.
Pertumbuhan tersuspensi
o Anaerobik
digestion
o Anaerobic
contact process
o Upflow
anaerobic sludge – blanked
2.
Pertumbuhan melekat
- Anaerobic filter process
- Expanded bed
- ANOXIC PROCESSES
3.
Suspended – growth denitrification
4.
Fixed film denitrification
KOMBINASI AEROBIK, ANOXIC, ANAEROBIK
5.
Pertumbuhan tersuspensi
Proses:
fase, atau multifase
6.
Kombinasi pertumbuhan tersuspensi melekat
Proses: fase atau multifase
- SISTEM KOLAM
- Kolam fakultatif
- Kolam anaerobik
- Kolam aerobik
- Kolam pematangan
(stabilisasi/tertiary pond)
PENCERNAAN ANAEROBIK
- Waktu retensi padatan lama
(15-20 hari)
- Padatan yang dihasilkan minimum
- Reaksi endogenes è metabolisme
dominan
- Dalam digesteranaerobik (aerasi
tidak terlalu intensif)
- Cocok untuk menangani
limbah/sludge dari proses lumpur aktif/jenis limbah yang pekat
- Reduksi padatan menguap 40-60%
Keuntungan VS pencernaan aerobik:
·
Tidak
perlu insulasi, panas tambahan ‹ penutup
·
Punya
kemampuan untuk menangani konsentrasi lumpur
BAB
III
METODE
ANALISIS
a) Metode Deskriptif
Metode deskriptif merupakan salah satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menetukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.Dengan demikian metode penelitian deskriptif ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis), akan tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi. Metode penelitian deskriptif pada hakikatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori. Metode ini menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah.
b) Metode Eksperimental
Metode eksperimental merupakan salah satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode eksperimental merupakan metode penelitian yang memungkinkan peneliti memanipulasi variabel dan meneliti akibat-akibatnya. Pada metode ini variabel-variabel dikontrol sedemikian rupa, sehingga variabel luar yang mungkin mempengaruhi dapat dihilangkan.
Metode eksperimental bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel, pada satu atau lebih kelompok eksperimental dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Manipulasi adalah mengubah secara sistematis sifat-sifat atau nilai-nilai variabel bebas. Kontrol merupakan kunci metode eksperimental, sebab tanpa kontrol manipulasi dan observasi akan menghasilkan data yang meragukan.
BAB IV
ANALISA & PEMBAHASAN
Kuantifikasi
faktor yang berpengaruh pada daya dukung perairan
mempunyai kemampuan untuk menampung suatu kegiatan budidaya udang dalam jumlah
tertentu tanpa menyebabkan penurunan kualitas perairan. Penentuan daya dukung
lingkungan perairan pesisir sangat ditentukan oleh kuantitas limbah tambak yang
dibuang ke perairan dan kapasitas daya tampung (volume) perairan untuk menerima
limbah tersebut sehingga kualitasnya layak untuk usaha budidaya udang. Daya
dukung kawasan berdasarkan ketersediaan volume air Volume air yang tersedia di
pantai tergantung kepada volume air laut yang masuk kedaerah pantai, dengan
asumsi volume air laut yang masuk ke daerah pantai terjadi ketika pasang selalu
berganti dari pasang satu ke pasang berikutnya. Volume air yang berganti inilah
yang disebut air yang tersedia di pantai, dengan demikian volume total air yang
ada di pantai dalam satu siklus pasang adalah volume air pada saat pasang naik
dan saat surut. Volume air yang tersedia di pantai dipengaruhi oleh panjang
garis pantai, kisaran pasang, kemiringan dasar perairan dan jarak dari garis
pantai pada air pasang ke arah laut sampai mencapai titik dimana kedalaman air
pada saat surut terendah yaitu satu meter sama dengan kedalaman dari pipa
pengambilan (intake) air laut untuk tambak. Volume air yang tersedia di pantai
dihitung dengan pendekatan yang dilakukan oleh Widigdo dan pariwono (2003).
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kondisi fisik perairan pesisir pantai
Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel
4.1
Kondisi
fisik perairan
Parameter
|
Nilai
|
Keterangan
|
Kisaran Pasang Surut (h)
|
190 cm
|
-
|
Panjang garis pantai (y)
|
20,37 km
|
-
|
Jangkauan Pasang (x)
|
200 m
|
-
|
Kemiringan dasar pantai (θ)
|
68.29° (tg 2.51)
|
-
|
Pola Pasang Surut
|
2 kali pasang, 2 kali surut
|
Semi diural
|
Analisis Daya Tampung Limbah Organik
Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 20 Berdasarkan data hasil
perhitungan, volume air yang tersedia di pantai pada saat pasang naik (Vo)
adalah 7.725.951 m 3 atau 15.451.902 m3 (2 kali pasang) dan saat surut (Vs)
adalah 7.719.013 m3 atau 15.438.026 m3 ( 2 kali surut). Dengan demikian volume
air yang tersedia dalam satu hari sebesar 30.889.928 m3 (2 kali pasang dan 2
kali surut). Kuantitas volume air di pantai merupakan faktor penentu berapa
banyak limbah yang dapat ditampung perairan pesisir sehingga kualitas perairan
tersebut masih layak untuk keberlanjutan usaha budidaya, maka penentuan daya
dukung perairan pesisir untuk kegiatan pertambakan udang menggunakan pendekatan
beberapa pendapat ahli dalam budidaya maupun ahli lingkungan dapat dijadikan
acuan. Untuk mempertahankan agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk
budidaya, maka perairan sebagai penerima limbah dari usaha budidaya harus
memiliki volume antara 60 – 100 kali lipat dari volume limbah yang dibuang ke
perairan umum. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa rata rata pembuangan air
harian adalah 12 % dari total volume air tambak dan rata-rata target produksi
sekitar 5 ton /ha, berdasarkan asumsi tersebut maka luasan tambak yang layak
untuk dioperasikan untuk budidaya udang secara intensif agar tetap lestari
dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan nilai tersebut didapatkan bahwa luasan
tambak lestari yang dapat dioperasikan dengan teknologi budidaya secara
intensif di daerah Kecamatan Medang Deras dilihat dari volume air di pantai
adalah seluas 128,8 ha dengan target produksi di daerah Kecamatan Medang Deras
yaitu 5 ton/ha. Jumlah luas tambak yang ada di daerah Kecamatan Medang Deras
84,8 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batubara, 2010), berdasarkan
analisis daya dukung maka daerah Kecamatan Medang Deras masih mendukung untuk
kegiatan perikanan budidaya secara intensif, sementara untuk mendukung kegiatan
perikanan budidaya secara semi intensif berdasarkan volume air di pantai dari
luasan yang dimiliki Kecamatan Medang Deras agar lestari adalah 322 ha dengan
target produksi 1 – 2 ton/ha. Menurut Deb (1998), target produksi untuk sistem
teknologi semi intensif biasanya setengah dari target produksi intensif. Jika
target produksi intensif 2 – 5 ton/ha maka target produksi untuk semi intensif
adalah 1 – 2 ton/ha.
Tabel
4.2
Luas
tambak berdasarkan volume
Volume Air Pantai (VO) (m3)
|
Frekuensi Pasang
|
VO Tersedia/hari (m3)
|
Limbah tambak maksimum (m3)
|
Volume air tambak (m3)
|
Luas Tambak (ha)
|
7.725.951
|
2
|
15.451.902
|
154.519
|
1.287.658
|
128.8
|
Analisis Daya Tampung Limbah Organik
Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 21 Daya dukung kawasan berdasarkan
daya tampung beban limbah organik dari kegiatan budidaya (tambak) a. Beban
Limbah Organik Budidaya Intensif Peningkatan pemberian pakan sejalan dengan
pertumbuhan udang, semakin bertambahnya umur udang sisa pakan semakin banyak
menumpuk didasar kolam pemeliharaan. Pakan yang tidak dimakan (sisa pakan) dan
ekskresi udang akan menambah bahan organik dalam lingkungan tambak (Boyd,
1992). Sisa pakan dan feses udang yang menumpuk di dasar kolam dapat menurunkan
kualitas air lingkungan tambak, karena itu sisa pakan dan feses harus dibuang
agar kualitas air kolam mendukung pertumbuhan udang. Menurut Boyd dan Weddig
(1997), pakan digunakan di kolam tambak untuk meningkatkan produksi udang,
namun pakan tidak semuanya dimanfaatkan oleh udang. Sisa pakan akan mengendap
di dasar perairan selanjutnya dimanfaatkan oleh fitoplankton di kolam sehingga
akan menambah kesuburan perairan kolam (eutrofikasi). Tingginya kelimpahan
fitoplanton akan berdampak terhadap organisme dibudidayakan terutama dalam hal
pemanfaatan oksigen di dalam perairan (Maarif dan Somamiharja, 2000). Perbaikan
kualitas air tambak dilakukan dengan cara melakukan pergantian air (penyiponan)
dengan tujuan agar pakan dan hasil ekresi udang terbuang bersamaan dengan
keluarnya air. Air buangan ini selanjutnya dibuang ke perairan pesisir
disekitar pertambakan. Beban limbah organik yang dibuang ke pesisir dinyatakan
dalam bentuk TSS. Perhitungan beban limbah organik tambak hanya berdasarkan
tingkat teknologi semi intensif dan intensif saja sedangkan budidaya udang
secara ekstensif (tradisional) tidak dilakukan, hal ini karena sistem semi
intensif dan intensif mengandalkan pakan buatan untuk menunjang kelangsungan
hidup dan pertumbuhan udang secara optimal. Beban limbah organik dalam bentuk
TSS yang dibuang ke daerah pesisir dari hasil kegiatan budidaya udang secara
intensif dengan luas areal 3900 m2 dari mulai hari pertama sampai hari ke 125
selama satu siklus pemeliharaan adalah konsentrasi limbah tertinggi dari DOC 0
sampai DOC 125 adalah 70,20 mg/L yang ditemui pada hari ke 71, bobot (berat)
limbah yang dibuang ke perairan sekitar pertambakan pada hari ke 71 adalah
sebesar 54,75 kg TSS. Pada akhir masa pemeliharaan (panen), dimana tambak udang
dikeringkan dengan cara menggelontorkan seluruh volume air tambak (3900 m3 ) ke
perairan, konsentrasi limbah tambak (TSS) sebesar 20,41 mg/L maka jumlah bobot
limbah yang dibuang ke perairan pada saat penggelontoran sebesar 79,62 kg TSS.
Total bobot limbah harian TSS selama masa pemeliharaan 2278,68 kg TSS, dengan
demikian total bobot keseluruhan limbah selama masa pemeliharaan ditambah
jumlah limbah yang digelontorkan adalah 2358,30 kg TSS/0,39 ha atau 6046,923
kg/ha/siklus. Konsentrasi beban limbah organik tertinggi dalam bentuk TSS
dengan luas areal 4300 m2 yang dibuang ke daerah Analisis Daya Tampung Limbah
Organik Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 22 pesisir dari DOC 0
sampai DOC 120 selama satu siklus pemeliharaan adalah 64,80 mg/L yang ditemui
pada hari ke 71. Bobot beban limbah TSS yang dibuang ke perairan di sekitar
pertambakan adalah sebesar 55,73 kg TSS Pada akhir pemeliharaan, tambak udang
dikeringkan dengan cara penggelontoran seluruh volume air tambak (4300 m3 ).
Konsentrasi limbah pada saat penggelontoran sebesar 20,30 mg/L maka bobot
limbah yang dibuang pada saat pengelontoran tersebut sebesar 87,27 kg TSS.
Total bobot limbah harian TSS selama masa pemeliharaan 4185,63 kg TSS, dengan
demikian total bobot keseluruhan limbah selama masa pemeliharaan ditambah
jumlah limbah yang digelontorkan adalah 4272,90 kg TSS/0,43 ha atau 9936,98
kg/ha/siklus. b. Daya dukung berdasarkan limbah organik Air buangan limbah
tambak kaya akan nutrisi dan mengandung bahan organik yang terlarut dan
tersuspensi, bahan-bahan ini keluar pada saat pertukaran air selanjutnya masuk
ke perairan alami di dekat pertambakan. Pembuangan air buangan tambak yang
berlangsung terus menerus menyebabkan bahan organik dari air buangan
terakumulasi dalam sedimen di perairan. Bahan organik ini akan diuraikan oleh
bakteri di perairan sehingga dapat meningkatkan kadar nitrogen, hidrogen
sulpida, penipisan oksigen dan meningkatkan populasi bakteri di perairan
pesisir (Tobey et al , 1998). Limbah buangan yang dihasilkan dari 1 petakan
tambak dengan luas areal 3900 m2 selama 125 hari pemeliharaan adalah sebesar
6046,923 kg/ha/siklus atau sekitar 48,38 kg limbah TSS yang dihasilkan dalam
satu hari dari 1 ha luas tambak sedangkan limbah buangan dari petakan tambak
dengan luas areal 4300 m 2 selama 120 hari pemeliharaan adalah sebesar 9936,98
kg/ha/siklus atau sekitar 82,8 kg limbah TSS yang dihasilkan dalam satu hari
dari 1 ha luas tambak. Pengamatan dilakukan di dua lokasi budidaya yang
memiliki lama pemeliharaan yang berbeda, namun kedua lokasi budidaya ini
melakukan prinsip manajemen yang sama. Ada 4 kolam yang beroperasi dengan
ukuran sekitar 3900 m2 dan 3 kolam dengan ukuran kolam sekitar 4300 m2 . Dengan
demikian, limbah TSS yang dihasilkan dari tambak ukuran 3900 m2 per harinya
dari 1 ha adalah 193,52 kg sementara dari ukuran 4300 m2 adalah sekitar 248,4
kg. Walaupun volume pesisir masih dapat menampung limbah buangan dari tambak
namun jumlah limbah buangan dari kegiatan pertambakan dapat menyebabkan
penurunan kualitas air. Daya tampung pakan maksimum untuk 1 ha tambak yang
dikelola secara intensif agar perairan mampu mempertahankan kualitasnya adalah
100 – 150 kg/hari (Boyd, 1992). Menurut Barg (1992), volume air yang cukup
diperlukan untuk mempertahankan kualitas air. Karakteristik hidrografi dan
topografi lokasi budidaya sangat penting khususnya untuk budidaya di laut dan
tanah yang mengandalkan gerakan air alami seperti arus dan pasang surut untuk
pertukaran air dan penyebaran limbah. Apabila kondisi hidrogafi lingkungan
rendah dan beban limbah yang luar biasa dari usaha Analisis Daya Tampung Limbah
Organik Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 23 budidaya maka dampak
buruk terhadap lingkungan air akan terjadi, karena itu untuk menghilangkan
tingginya TSS dan BOD5 dari kolam pembesaran perlu adanya kolam penampungan di
lokasi pertambakan sebelum air dari kolam di buang ke perairan sekitar, dari
penelitian kasar diperoleh bahwa kadar TSS menurun 60-80% dan BOD5 sekitar 15-
30% dapat hilang dalam kolam penampungan dengan hanya menahan air selama 6 – 8
jam (Boyd, 2001).
Pengelolaan Kualitas
Air
1. Penambahan
dan Penggatian Air
Penambahan air
dilakukan untuk mempertahankan ketinggian air dalam tambak. Pergantian air
dilakukan untuk mempertahankan kualitas air. Penggantian air didahului dengan
membuang air sekitar 10% dari total air tambak, kemudian menambahkan air yang
berasal dari tandon. Air yang dimasukkan ke tambak sebaiknya menggunakan selasar
(pemecah air), untuk meningkatkan kadar oksigen dan menghindari naiknya bahan
beracun dari dasar tambak
2. Pengukuran
Kualitas Air
Pengukuran kualitas air
dapat dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat kecerahan-warna air dan
tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur kualitas air. Peralatan pengukur
kualitas air yang harus disiapkan di areal tambak minimal pH meter, termometer,
salinometer dan DO meter. Sedangkan pengukuran parameter kualitas air lainnya
dapat dilakukan di laboratorium. Parameter yang diperiksa di laboratorium
antara lain; Total kandungan bahan organik (TOM), kelimpahan dan jenis
plankton, total bakteri, vibrio, nitrit, ammonia, total phosphat, alkalinitas,
total padatan tersuspensi. Pengukuran parameter kualitas air secara
laboratorium dapat dilakukan secara periodik seminggu sekali.
Parameter
|
Optimal
|
Toleransi
|
DO
|
>4 ppm
|
>3 ppm
|
Temperatur
|
28-32°C
|
26-35°C
|
Salinitas
|
15-25 ppt
|
0 – 35 <35 ppt
|
pH
|
7.5 - 8
|
7 – 8.5
|
NH3
|
0 ppm
|
0.1 – 0.5 ppm
|
NO2
|
0 ppm
|
0.1-1 ppm
|
H2S
|
0 ppm
|
0.001 ppm
|
Alkalinitas
|
100-120 ppm
|
>100 ppm
|
Kecerahan
|
25-40 cm
|
|
Pestisida/insektisida
|
0 ppb
|
|
Warna
Air
|
Hijau Kecoklatan
|
Pengamatan
harian terhadap parameter air :
1.
Menggunakan DO Meter untuk mengukur
kandungan oksigen dalam air. Menggunakan salinometer untuk mengukur salinitas
air.
2.
Kandungan oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen/DO), dengan menggunakan DO meter (DO > 4 ppm). Pengukuran dilakukan
pada subuh, pagi dan malam.
3.
pH diukur dengan pH meter dilakukan pada
pagi dan sore. pH ideal untuk pertumbuhan udang antara 7,5 – 8,5 dengan fluktuasi
pH harian 0,2 - 0,5.
4.
Salinitas diukur dengan
refraktometer/salinometer, dilakukan sebanyak dua kali sehari dan setelah
hujan. Salinitas yang ideal untuk pertumbuhan udang antara 10 – 35 ppt, dengan
fluktuasi harian tidak lebih dari 5 ppt.
5.
Kecerahan air diukur dengan menggunakan secci disk pada pagi hari. Kecerahan
optimum air tambak yang dipengaruhi oleh kepadatan plankton sekitar 20 – 40 cm.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Pengelolaan limbah
tambak penting untuk diperhatikan oleh pelaku budidaya dalam upaya kelangsungan
hidup organisme tambak. Untuk
mengurangi dampak limbah tambak, saat ini telah dikembangkan penerapan
teknologi super intensif IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Upaya yang
dilakukan dalam penerapan IPAL dengan melakukan pembangunan tandon air
limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan
penampungan. Akan tetapi, pengolahan limbah dalam satu sisi akan mengorbankan
lahan, tenaga, dan finansial namun bila dilaksanakan secara menyeluruh
sebaliknya akan mengurangi resiko infeksi penyakit viral sehingga pada akhirnya
justru akan menekan biaya dan menekan resiko kerugian.
Pengelolaan limbak tambak
secara umum terdiri dari empat bagian. Membuat kolam pengendapan tempat
membuang air limbah pertama kali agar kadar TSS (Total Suspended Solid) yang sangat tinggi dan bau busuk dari H2S
turun dan sisa endapan dapat dibuat pupuk, dan sisa air limbah dari kolam
pengendapan dimasukkan ke kolam oksigenasi untuk menaikkan oksigen dan
menurunkan BOD (kebutuhan oksigen biologis). Selanjutnya limbah masuk ke kolam
biokonversi untuk mengubah nutrien yang dapat sebabkan eutrofikasi jadi
bermanfaat buat organisme lain. Sisa terakhir limbah masuk ke kolam penampungan
untuk selanjutnya dibuang ke laut.
5.2
Saran
Pengolahan limbah tambak hal yang patut diperhatikan,
karena ini menjadi standar keberhasilan produksi dan juga salah satu bentuk
budidaya yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Dan karena
daerah pertambakan merupakan daerah akhir pembuangan kegiatan di bagian atas
(up land) yang syarat dengan polutan. Pada saluran kawasan pertambakan yang
tidak terpelihara, tentu akan merupakan perangkap yang baik bagi polutan
tersebut, sehingga gagal dalam usaha pembudidayaan dan dampak buruk bagi
lingkungan sekitar semakin besar. Untuk itu perencanaan dan pemeliharaan
saluran harus diperhitungkan dengan baik sehingga dapat mengurangi beban
polutan tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)